DIAGRAM TERNER
Nama : Nuraida Ariani
NIM : F1C121035
Mata Kuliah : Praktikum Kimia fisik Lanjutan
DIAGRAM TERNER
Fasa adalah bagian sistem yang komposisi kimia dan sifat-sifat fisiknya seragam, yang terdapat dari bagian system lainnya oleh adanya bidang batas. Perilaku fasa yang dimiliki oleh suatu zat murni adalah sangat beragam dan sangat rumit, akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan termodinamika dapat dibuat ramalan-ramalan. Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa gibbs. Hukum fasa gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang dilakukan untuk menyatakan keadaan suatu system dengan tepat dengan kesetimbangan yaitu sebagai berikut.
F = C – P + 2
Adapun keterangannya:
F = Jumlah derajat kebebasan
C = Jumlah komponen
P = Jumlah fasa
dengan jumlah komponen-komponen dalam suatu system didefinisikan sebagai jumlah minimum dari “variabel bebas pilihan” yang dibutuhkan untuk menggambarkan komposisi tiap fase dari suatu sistem (Soraya, 2014).
Kesetimbangan fasa antara cairan dan uap terjadi ketika kedua proses yang berlawanan itu berlangsung dengan laju yang tepat sama. Maka jika distribusi laju molekuler diketahui untuk berbagai suhu kita dapat membuat perkiraaan teoritis dari tekanan uap sebagai fungsi dari suhu. Ketika cairan menguap molekul dengan kecepatan yang tinggilah yang lepas dari permukaaan. Sementara itu yang tertinggal rata-rata memiliki energi yang lebih sedikit; ini memberikan sudut pandang molekuler dari pendinginan dan pengembunan (Young dan Freedman, 2002).
Pada sistem cair-cair, umumnya tekanan tidak banyak mempengaruhi komposisi kesetimbangan sehingga diabaikan. Sedangkan temperatur umumnya tidak diabaikan karena dapat memberi perubahan pada komposisi kesetimbangan, walaupun seringkali pengaruhnya sangat kecil (Wahyuni et al., 2020).
Diagram fasa adalah representasi grafis hubungan antara batasan lingkungan (misal: temperatur dan kadang kadang tekanan), komposisi, daerah stabilitas fasa dan kondisi kesetimbangannya. Diagram fasa memetakan rentang komposisi, biasanya dalam persentase berat tiap unsur paduan. Fasa juga melibatkan fasa cair padat maupun gas (Hadi, 2016).
Diagram fase digunakan dalam praktek untuk memformulasikan sistem yang mengandung lebih dari satu komponen yang akan berguna bila dicapai hasil fase cair tunggal (Cammrata et al., 1993).
Sistem terner memiliki tiga komponen, artinya memiliki dua variabel komposisi independen (karena yang ketiga ditentukan dari dua lainnya). Dengan demikian, sulit untuk membuat plot diagram fasa karena kita tidak dapat memplot diagram fasa dengan dan dalam dua dimensi seperti yang biasa kita lakukan untuk diagram fasa biner. Plot dilakukan pada segitiga sama sisi. Jarak dari titik komposisi ke suatu sisi menunjukkan jumlah komponen yang berlawanan dengan sisi tersebut dalam campuran. Dimana melarutan suatu komponen dalam campuran dapat diketahui dari fasa yang terbentuk dalam sistem kesetimbangan. Kelarutan suatu komponen merupakan konsentrasi maksimum yang dicapai komponen tersebut dalam satu larutan. Dua atau lebih komponen yang saling melarutkan akan membentuk 1 fasa tunggal, komponen yang tidak saling melarutkan maka akan membentuk daerah berfase dua (Wahyuni et al., 2020).
Sistem tiga komponen mempunyai derajat kebebasan F = 3-P, karena tidak mungkin membuat diagram dengan 4 variabel, mak sistem tersebut dibuat pada tekanan dan suhu tetap. Sehingga diagram hanya merupakan fungsi komposisi. Harga derajad kebebasan maksimal adalah 2, karena harga P hanya mempunyai 2 pilihan 1 fasa yaitu ketiga komponen bercampur homogen atau 2 fasa yang meliputi 2 pasang misibel. Umumnya sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair cair. Jumlah fraksi mol ketiga komponen berharga 1. Sistem koordinat diagram inidigambarkan sebagai segitiga sama sisi dapat berupa % mol atau fraksi mol ataupun % berat (Soraya, 2014).
Pada diagram terner terdapat yang namanya tie line. Tie line merupakan penentuan titik-titik pada diagram fasa yang bertujuan menentukan derajat ionisasi dan fraksi mol. Garis dasi menunjukkan keadaan dimana kesetimbangan komponen-komponen saat bercampur (Cammarata et al., 1993).
Adapun contoh khas dengan diagram fasa tiga komponen diantaranya:
- Pada diagram fasa tiga komponen air, kloroform dan asam asetat. Zat tersebut dalam diagram fasa diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari sistem ini.
Grafik 1. Diagram Terner Sistem Air, Kloroform, dan Asam asetat (Soraya, 2014).
Berdasarkan diagram fasa di atas dapat diketahui bahwa asam asetat glasia lebih suka larut dengan air daripada kloroform. Asam asetat glasial larut dalam kloroform namun hanya sebagian kecil saja yang larut. Pada grafik nilai fraksi mol air-asam asetat glasial lebih besar daripada air-koroform. Air lebih larut dengan asam asetat glasial karena asam asetat glasial bersifat semi polar sedangkan kloroform bersifat non polar. Diketahui bahwa pelarut polar akan larut dengan pelarut polar pula. Hal ini sesuai dengan teori bahwa asam asetat glasial lebih suka larut pada air dibandingkan dengan kloroform (Soraya, 2014).
- Pada titik pati, PVA dan air menyatakan komponen murni dari campuran. Titik pada sisi pati-air, pati-PVA dan air-PVA menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik di dalam segitiga menyatakan fraksi tiga komponen. Fraksi tiga komponen dari system terner sesuai dengan x1+x2+x3=1. Titik pada sisi pati-air merupakan campuran biner pati dan air, titik pada sisi pati-PVA merupakan campuran biner pati dan PVA, sedangkan titi pada sisi air-PVA merupakan campuran biner air dan PVA. Jumlah fasa pada sistem zat cair 3 komponen bergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut. Larutan yang mengandung 2 komponen yang saling larut sempurna akan membentuk daerah berfase tunggal (Wahyuni et al., 2020).
Grafik 2. Diagram Terner Sistem Pati, PVA dan Air (Wahyuni et al., 2020).
Berdasarkan grafik 2 di atas memperlihatkan grafik kesetimbangan yang terbentuk dari campuran pati-PVA dan air yang berfase tunggal. Pada grafik terlihat pati lebih condong ke arah kanan atau ke PVA, hal ini bisa diartikan bahwa pati cenderung lebih suka bercampur dengan PVA dibandingkan ke air. Kecondongan ini terjadi karena bertambahnya kelarutan air dalam PVA lebih cepat dibandingkan kelarutan PVA ke dalam air, dimana PVA memiliki kelarutan yang lambat pada temperatur yang rendah, dan sebaliknya kelarutan akan lebih cepat bila pada temperatur yang lebih tinggi. Selain itu, pati lebih menyukai PVA karena massa jenis pati lebih dekat dengan massa jenis PVA yaitu 1,5 g/cm3 dan 1,19 g/cm3, sedangkan massa jenis air lebih kecil dari PVA yaitu 1 g/cm3. Kelarutan pati akan semakin meningkat seiring dengan pemanasan pati yang semakin tinggi sehingga menyebabkan amilosa mengalami depolimerisasi. Temperatur tinggi menyebabkan terjadinya depolimerisasi molekul pati (Wahyuni et al., 2020).
Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat dinaikkan atau diturunkan, dengan cara melihat perbandingannya di diagram terner. Pencampuran zat akan homogen (saling melarutkan) jika komposisinya sesuai perbandingan, dan apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan terjadi pencampuran heterogen (Wahyuni et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Cammarata, A., A. Martin dan J. Swarbrick. 1999. Farmasi Fisik. Jakarta : UI Press.
Hadi. 2016. Teknologi Bahan. Yogyakarta : ANDI.
Soraya, R. 2014. "Sistem Terner/Tiga Komponen". Jurnal Kimia Fisika II. Vol.2(1) : 1-10.
Wahyuni, L.S., I. Zahrina dan Bahruddin. 2020. "Prediksi Kesetimbangan Cair-Cair Sistem Pati-PVA-Air dengan metode UNIFAC". Jurnal Bioproses, Ilmu Teknik Kimia dan Lingkungan. Vol.1(2) : 1-12.
Young, H.D. dan R.A. Freedman. 2002. Fisika Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Komentar
Posting Komentar